Jumat, 25 Maret 2011

Pesona Aceh

Banda Aceh, lima tahun semenjak disapa tsunami, tak lagi terasa nyeri. Kehidupan sudah berlangsung biasa sebagaimana lazimnya kota-kota lain yang menggerakkan roda ekonomi. Berkunjung ke sana, mungkin tak lengkap bila kita tak menyinggahi lokasi-lokasi kongkow yang meriah dan merakyat. Khas Aceh dan hidangan panganan melayu, warung kopi dan keramaian di pusat jajanan tak terhindarkan lagi. Riuh.
Tujuan kita pertama adalah Rex Peunayong, lokasi jajanan khas Aceh di Pusat Jajanan Banda Aceh. Pada malam minggu, beraneka rupa keriuhan menjadi satu dan para pengunjung mulai memadat di jam-jam malam nongkrong. ’’Biasanya suka ada acara-acara menarik di sini yang tak jarang pula dihadiri penggede-penggede Aceh,’’ tukas Yoki F Nasution, rekan seperjalanan pemburu jajanan Aceh. Sebagai area sales manajer Sosro di Aceh, Yoki tahu benar sejarah tempat kongkow ini. ’’Dulu, tempat ini tanah lapang di mana banyak penjual kudapan berkumpul,’’ katanya.

Mulanya lantai berdebu dengan meja dan kursi plastik menjadi hiasan tempat ramai ini. Banyak penjual panganan partai besar berkumpul di sini. Semuanya masih serba gerobak. Dalam perjalanan waktu, lokasi ini mulai dibenahi dan berubah menjadi arena gaul dengan konsep ruang terbuka. Seperti sentra kuliner yang sudah tertata rapi dengan aneka jajanan dan panganan khas Aceh yang menantang untuk dinikmati. Sekalinya kita datang, pilih saja tempa paling mantap di antara kursi dan meja yang berhamburan di sepanjang halaman kompleks kuliner ini. Duduk yang nyaman dan perhatikan berbagai menu yang tersaji di seputaran lokasi.
Yang suka panganan Aceh langsung saja serbu mie Aceh yang khas, sate Matang hingga kerang rebus. Jangan khawatir makanan daerah lain juga ada di sini, mau sate Padang? Ada. Mau sate Madura? Bisa. ’’Hanya saja di sini tak disebut sate Madura, tapi sate Jawa,’’ tambah Yoki. Ini model sate khas Jawa, memang, karena mirip dengan sate madura pula bumbu sate menggunakan sambal kacang.

Kompleks yang ramai ini memang menjadi barometer bangkitnya kembali masyarakat Aceh dari bencana dahsyat yang menerjang sebagian besar pesisir Barat dan belasan kabupaten kota termasuk ibukota provinsi paling barat Idonesia di Banda Aceh ini. Di sekeliling pusat jajanan ini pula terlihat tempat-tempat penginapan dan hotel yang berhasil dibangun kembali atau bertahan paska kejadian tsunami akhir 2004 lalu. Kita tentu ingat ya, di Hotel Medan, sempat bertengger kapal nelayan yang dibawa tsunami ke tengah kota Banda Aceh ini.

Lokasi berburu makanan di seputaran Banda Aceh kini mengarah ke Dhapu Kupi. Mengingat warung kopi, sebetulnya memang merupakan lokasi khas pilihan masyarakat Melayu. Sejak dari Semenanjung Negeri Jiran hingga Daratan Sumatera dan Kalimantan di mana pusat kehidupan warga keturunan melayu menonjol, pastilah situasi lokasi jajanan dengan hidangan kopinya menjadi pelengkap komunitas yang gampang dijumpai di jalan-jalan utama kota. Lokasi Dhapu Kopi ada di Baru Batoh atau lebih dikenal sebagai Simpang Surabaya. Nama jalan resminya Dr. Teuku Mr. Mohammad Hasan. Orang mengenal tempat ini sebagai lokasi di mana dahulu  orang-orang Jawa Timur yang merantau di Aceh berkumpul dan kemudian bermukim di sini. Sebagai salah satu lokasi pilihan yang menarik untuk anak-anak muda karena di sini kerap digelar acara-acara asyik seperti nonton bareng pertandingan sepakbola berbagai Kompetisi Liga Dunia. Sambil menikmati tontonan di layar besar, mereka biasanya berbincang dengan ditemani suguhan utama kopi dan kopi susu khas Aceh. Memang mungkin tak berbeda jauh dengan hidangan kopi di tempat lain, hanya aroma khas Kopi Aceh bisa kita sruput di situ
.
Makanan semacam Mie Aceh bisa dipesan. Yang pasti,  begitu kita datang aneka 
gorengan yang disajikan di piring serta ditambah piring kecil isi sambal kecap langsung akan menyerbu di meja. Di Dhapu Kupi tentu saja menyimpan senjata rahasia kopinya. Kopi yang dipakai di sini adalah hasil produksi dari Ulee Kareeng, daerah yang berjarak sekitar 10 km dari pusat kota Banda Aceh. Rasanya mantap.

Bicara Banda Aceh dan Perburuan Kopi, tentu jangan mudah menyerah. Sudah dari Dhapu Kupi kita menyeberang menuju The Next Coffee and Music studio. Lokasinya terletak di Jalan Dr. Mohammad Hasan juga. Memang di wilayah ini banyak terdapat warung kopi khas Aceh. Lihat di situ ada banner besar ’’Mangat That’’ yang berarti Enak Sekali dalam bahasa Aceh. Azman, pemilik warung itu, dengan ramah akan menyambut kedatangan tami. ’’Ini baru awal Maret lalu dibuka. Sila ngupi-ngupi dulu ya,’’ sergahnya di tengah keramaian pengunjung yang biasanya menikmati kopi sambil menyiapkan diri untuk acara-acara anak muda yang sering digelar di sini.

Rupanya, Azman tahu betul kegemaran anak muda: musik hidup. Maka, warung kopinya ditata layaknya memiliki panggung kecil yang sering digelari pertunjukan musik hidup (live music) di hari-hari tertentu. Dan tak kalah dengan warung lain, sudah tersedia layar besar untuk ajang nonton pertunjukan sepak bola liga dunia. ’’Nah, kalau ada acara final liga Champion misalnya, kami buka 24 jam,’’ tegas Azman.
Ia bertutur, dalam sehari warung ini bisa kedatangan tak kurang 300 tamu. Maka, Sabtu dan Minggu merupakan puncak kunjungan dan meraka mengadakan berbagai pertunjukan musik hidup. Sebagai anak muda yang ’gaul’ Azman misalnya juga mengundang para hadirin muda melalui situs jejaring sosial pada acara pertunjukan rock music live-nya dengan tajuk, ’’Malam Bon Jovi’’. Musik, mulai mengalun sejak jam 4 sore. Break sejenak untuk maghrib dan isya sampai jam 7.30-an. Lalu, mulai jam 8 malam musik kembali mengiringi pengunjung hingga tengah malam.

Nah, bagi Anda yang berkunjung di Aceh, jangan coba-coba meninggalkan Aceh tanpa menikmati sunset dan indahnya pantai Lampuuk. Salah satu pantai terindah yang dimiliki Aceh dengan pasir putihnya yang memanjang sepanjang jalur Banda Aceh – Calang. Letaknya sekitar 15 km dari pusat kota menuju arah Calang. Ini jelas lokasi pilihan yang paling eksotis di kawasan Pantai Barat Aceh. Dulu, sebelum peristiwa tsunami terjadi, pantai ini dipenuhi oleh penjaja ikan segar yang dilengkapi dengan tempat-tempat makan. Mereka akan menawarkan diri untuk memanggang dan memasakan ikan-ikan tersebut agar bisa langsung dinikmati oleh pengunjung pantai. Meskipun belum seramai dulu, lokasi ini pulih dengan segera.

Pantai Lampuuk, terbilang ramai di hari-hari libur, mulai dari siang hingga senja datang. Ribuan orang mendekat bibir pantai, ada lokasi strategis orang yang ingin berselancar dan memang luar biasa di senja hari di mana banyak orang menghabiskan waktu menikmati sunset. Dibanding pantai – pantai lain di Banda Aceh, Pantai Lampuuk merupakan pantai yang paling lengkap sarana dan prasarananya. WC umum dan beberapa kafe sederhana untuk beristirahat banyak ditemui sepanjang pantai ini. Bahkan di pantai ini juga ada life guard dengan tower pengawas, layaknya film Baywatch.

Keberadaan tim penyelamat ini diprakarsai oleh sebuah organisasi lokal yang awalnya dimotori oleh pekerja asing yang bekerja di Banda Aceh.

Bagian Pantai Lampuuk paling ujung juga meninggalkan eksotisme luar biasa karena berbatas dinding terjal dan tinggi. Pemandangan pebukitan, pasir putih dan birunya laut serta sunset banyak diminati pengunjung. Ada tempat para pejalan lokal dan keluarga mereka menikmati petang. Walau sunset terkadang tak spektakuler, mereka tetap saja memburu nikmatnya berbagai hidangan laut, ikan bakar dan kelapa muda di tempat-tempat beratap rumbia yang disediakan bagi pengunjung di sepanjang pantai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar